Menampilkan Foto foto lucu
di jejaring sosial seperti di Path, di Twitter, di BBM untuk profile
picture atau hanya sekedar mengundang ketawa biasanya sering kita
lakukan tanpa menyadari siapa yang ada dalam foto tersebut. Hanya dengan
mengedit foto atau sekedar menambahkan kata kata yang dianggap lucu.
Namun sahabat anehdidunia.com taukah anda bahwa beberapa dari foto foto
yang beredar tersebut mereka mempunyai kisah sedih yang menyayat hati dialami olehnya. Berikut foto foto lucu yang mempunyai kisah sedih dibaliknya.
Laki Laki Dengan Potongan Rambut Aneh
Sebuah foto seorang bocah laki-laki dengan potongan rambut aneh dan
wajah lusuh menyebar di media sosial, khususnya di kalangan penduduk
Filipina. Foto bocah ini membuat para pengguna media sosial yang tidak
mengetahui kisahnya mentertawakan potongan rambutnya yang sangat aneh.
Padahal sebenarnya, ada sebuah kisah menyedihkan di balik foto bocah ini
yang membuatnya tidak pantas untuk ditertawakan.
Dilansir pinoytrending.altervista.org, foto ini awalnya diunggah oleh
seseorang yang menaruh perhatian karena mengetahui bahwa bocah ini
merupakan seorang tunawisma. Dia berharap, dengan menyebarkan foto tersebut, ada kerabat atau keluarganya di tempat lain yang dapat menampungnya.
Nama bocah ini sengaja tidak dipublikasikan, mengingat usianya yang
masih di bawah umur. Dia berasal dari kota Olongapo, Filipina dan
mengidap penyakit gangguan mental. Penyakit yang dideritanya ini
diperolehnya karena trauma menyedihkan yang dialami saat masih berusia 7
tahun. Saat itu, seluruh anggota keluarganya meninggal dengan cara yang
tragis. Dia merupakan satu-satunya yang tersisa dari keluarganya yang
seluruhnya tewas dibantai oleh sekumpulan pengusaha jual-beli ilegal
yang sempat bekerja sama dengan keluarganya.
Selain keluarganya, semua harta benda yang dimiliki keluarganya tak ada
yang tersisa. Mereka mengatakan dia tidak punya hak lagi atas semua
harta tersebut karena telah diklaim oleh bank. Karena itu, bocah malang
ini hidup tanpa rumah dan keluarga.
Dia tidur di pinggir jalan dan makan dari tempat sampah. Kadang-kadang,
ada orang yang memiliki belas kasihan dan memberinya uang dan makanan.
Tetapi tidak semua orang sebaik itu padanya. Beberapa orang bahkan tega
membully dan melakukan kekerasan padanya.
Kehidupan yang sangat menyedihkan ini tetap dilaluinya dengan tegar. Tak
jarang beberapa orang memukulinya hanya untuk kesenangan atau karena
alasan sepele.
Beberapa orang asing juga mempermainkan dirinya yang memiliki gangguan
mental dan kekurangan makanan ini. Dia diiming-iming akan diberi
sejumlah uang dan makanan asalkan mereka boleh melakukan apa saja
padanya termasuk memotong rambutnya sesuka hati. Namun sahabat
anehdidunia.com, setelah mereka memperlakukannya sesuka hati, uang dan
makanan itu tidak pernah sampai di tangannya. Malah, mereka sampai hati
untuk menghadiahi bocah malang ini sebuah tendangan di bagian perutnya
dan menghajarnya hingga tak sadarkan diri. Beruntung beberapa orang
datang menolongnya. 3 pria jahat yang menghajarnya melarikan diri, namun
beruntung akhirnya dapat ditangkap dan dipenjarakan.
Setelah kejadian memilukan itu, penduduk yang membantunya
mengambil foto bocah ini dan mengunggahnya di Facebook, berharap ada
kerabatnya yang membaca dan mengetahui keadaannya.
Parahnya, tujuan mulia ini tidak terlaksana, banyak orang menyebarkannya
hanya karena menganggap potongan rambutnya sangat aneh dan
menjadikannya bahan tertawaan sehingga tujuan awal dari disebarnya foto
ini menjadi lenyap. Hanya doa yang bisa terucap, semoga kebahagiaan dan
ketenangan hidup segera menghampiri bocah malang ini.
Kakek Meminta Chip Poker
Beberapa waktu lalu, foto ini sempat menjadi bahan olok-olokan di
forum sosmed. Saya sebenarnya sangat tidak setuju dengan prilaku konyol
itu, siapapun yang ada di foto tersebut, ia tetap orang tua yang
layaknya harus kita hormati. Barusan tiba-tiba seorang memberitahu bahwa
orang tua yang ada di foto itu sesungguhnya bukan orang sembarangan.
Katanya, ia yang bernama Anwar adalah mantan seorang komandan kompi
berpangkat Letnan yang pernah menghadapi Jepang, Inggris dan Belanda di
Sumatera Selatan. Sahabat anehdidunia.com saat melakukan penyusupan ke
Payakumbuh, ia tertangkap Belanda dan mengalami siksaan berat di penjara
Padang (dipukuli dan disuruh minum air kencing).
Kami tidak tau saat ini nasibnya bagaimana, tapi pada 2008 lalu koran
PosMetro sempat mengangkat nasib sang pejuang tersebut yang saat
diwawancara berprofesi sebagai seorang pengemis di Kawasan Simpang
Potong, Kota Padang. Rasanya kalau saya punya "amunisi cukup" saya ingin
ke Padang dan menemuinya sekarang juga, sekadar untuk menghargai orang
yang pernah menjadikan dirinya "bemper" untuk perjuangan negeri ini.
Lelaki tua itu bernama Anwar berumur 94. Tanah Kuranji adalah tempat
pertama yang menyambut kelahiran Anwar. Wajahnya keriput, dipenuhi
bulu-bulu kasar berwarna abu-abu. Dengan gigi yang hanya tinggal dua,
mulut Pak tua tampak komat-kamit, menyeringai. Sesekali, tangannya
menengadah, pada setiap manusia yang berlalu. Berharap belas kasihan dan
secarik uang untuk pengisi perutnya yang mulai minta diisi. Namun semua
tampak acuh. Anwar tak putus asa, tangannya semakin dijulurkan.
Anwar tak punya rumah. Hidupnya hanya numpang di rumah warga Koto Baru,
orang yang berbaik hati menampung tubuh ringkihnya. Hidup sendirian di
hari tua ternyata membuat Anwar harus mengalah pada kerasnya dunia. 10
tahun sudah Anwar jadi pengemis. Hanya menengadahkan tangannya, itulah
cara Anwar bertahan hidup. Maklum, usia yang hampir satu abad tak ada
yang bisa dikerjakannya. Tulangnya rapuh.
Jangan tanyakan keluarga pada Anwar, sebab, itu hanya akan membuatnya
menangis. “Saya tak punya keluarga. Istri saya sudah meninggal tahun
1960. Bersama bayi yang dikandungnya. Mati karena kurangnya gizi,”
terang Anwar. Air mata bening menjalar di pipi keriputnya.
Tak seperti pengemis lainnya, yang kebanyakan terbelakang dan tak pernah
mengenyam pendidikan. Anwar lain. Tiga bahasa asing, Bahasa Jepang,
Ingris dan Belanda dikuasainya. Bahkan waktu berdialog dengan POSMETRO
sesekali lontaran ucapan berbahasa Belanda pun diucapkannya. Anwar
fasih, lidah tuanya seakan sudah biasa melafazkan ucapan bahasa asing
tersebut.
Semakin penasaran dengan “Pak Tua Simpang Potong” itu, Penulis pun mulai
menjejeri langkah Anwar. Mencoba mengorek lebih dalam tentang dirinya.
Siapa gerangan Anwar, sudah rapuh tapi kuasai tiga bahasa? Ada sesuatu
cerita tersembunyi dari lembar hidup Pak tua dan itu membuat hasrat
penasaran penulis kambuh!. Dua hari menyatroni Anwar di simpang Potong,
akhirnya Penulis tahu kalau Anwar bukan pengemis sembarangan. Catatan
sejarah terpampang dari celoteh Pak Tua itu.
Memang sekarang Anwar hanyalah pengemis tua yang menyedihkan. Hidupnya
tak tentu arah. Tapi, jika merunut sejarah “tempoe doeloe” Anwar adalah
pemuda gagah yang ikut mengokang senjata melawan para penjajah. Pangkat
yang disandang Anwarpun tak main-main, Letnan Satu, Komandan Kompi 3
Sumatra Bagian Selatan. Itulah daerah Anwar waktu menjabat sebagai
serdadu bangsa untuk mengusir penjajah. Bukankah luar biasa “si Anwar
Muda”?.
“Saya bekas tentara Sumatra Selatan. Di bawah pimpinan Bagindo Aziz Chan
saya menjadi komandan Kompi 3 untuk berpetualang, melintasi medan demi
menyerang Belanda. Tak terkira berbagai kisah pilu yang saya alami saat
perang bergejolak. Tapi, untuk bangsa itu semua belum apa-apa. Hanya
satu hal yang membuat kami bangga waktu pulang dari medan perang. Bangga
jika membawa topi serdadu Belanda, itu jadi kebanggaan tersendiri dan
membuat kita merasa terhormat,”ulas Anwar menatap kosong.
Lubang kecil bekas hantaman peluru yang menghiasi kaki kananya, menjadi
bukti keikutsertaan Anwar berjuang untuk bangsa. “Kaki ini ditembus
peluru di Jalan Jakarta (sekarang bernama Simpang Presiden). Waktu itu
hari masih pagi. Bangsa kita baru saja membuat perjanjian dengan Belanda
(Perjanjian Linggar Jati). Tapi Aziz Chan menentang perjanjian itu.
Belanda marah dan mengamuk. Menyerang membabi buta di tengah Kota.
Hasilnya, ya kaki ini kena tembak waktu mau pulang ke Posko,” terang
Anwar.
Bukan sekali Anwar kena tembak, bahkan, pengap dan lembabnya dinding
jeruji besi pun telah dua kali Anwar rasai. “Empat tahun saya dibui.
Tertangkap waktu bergerilya, dari Padang dengan tujuan Payokumbuah yang
waktu itu (tahun 1946) sedang bergejolak. Tapi sial, melewati
Padangpanjang saya tertangkap Belanda. Waktu itu, peluru habis sementara
kaki saya masih terbalut secarik kain yang menutupi lubang timah panas.
Saya digiring, kaki dirantai, diberi golongan besi, “ungkap Anwar
mencoba merunut kembali petualangan masa lalunya.
Di Panjang Panjang, Anwar diperlakukan tak senonoh oleh tentara Belanda.
Hantaman bokong senjata, sayatan belati sampai minum air kencing “sang
meneer” pun hampir tiap hari menyinggahi kerongkongan Anwar. Namun Sang
Letnan tetap tegar. Kepalanya tetap tegak, walau kucuran darah dari
pelipisnya tak pernah berhenti.
“Penjara dulu, bukan seperti sekarang. Dulu, tangan di ikat kawat
berduri, kaki di ikat dengan rantai yang diberi golongan besi. Saban
hari kena pukul. Bahkan, Untuk minum, mereka memberi air putih yang di
campur kencing,”celoteh Anwar.
Soal Nasiolisme, Anwar bak “Si Naga Bonar” walau tua tapi kecintaannya
pada Indonesia tak pernah surut. Terus berkobar. “Saya pernah ditanya
belanda, apakah saya berjuang dan jadi tentara karena hanya sekedar
kedudukan dan jabatan semata?. Saya jawab aja apa adanya, “Aku berjuang
untuk Negara, bukan kedudukan. Bila kelak aku mati di sini. Aku bangga,
karena itu demi negara,”ulas Anwar mengingat kembali peristiwa hidup
yang masih segar dalam ingatannya.
Kemerdekaanpun sepenuhnya diraih Indonesia. Namun tak begitu bagi Anwar,
tak ada penghargaan yang diterimanya. Pengorbanan dan perjuangannya
yang dikibarkannya seorang Anwar seakan dilupakan. Anwar hilang di
tengah gegap gempita eforia kemerdekaan. Ditambah kematian istri, seolah
pembawa petaka. Anwar kehilangan semangat hidup. Sempat terjerumus ke
dunia hitam. Anwar tobat. Tapi, hidup memang tak pernah berpihak pada
Anwar. Semakin terlunta-lunta. Hingga jalan sebagai pengemispun jadi
pilihan terakhirnya.
Tak ada tanda jasa, tak ada lencana penghormatan yang diterima Anwar
dari Pemerintah. Bahkan gelar pahlawan veteranpun tak singgah pada
Anwar. “Saya tak butuh apapun. Dulu, saya berjuang bukan untuk
mendapatkan tanda jasa. Saya berjuang untuk negara. Tak perlu tanda jasa
apalagi uang. Biarlah hidup begini, asal tak menganggu orang lain. Saya
rela. Memang, angkatan saya yang ikut mengangkat senjata kebanyakan
tenang dan menjalani masa tuanya dengan glamauran harta. Saya tak suka
itu, bagi saya berjuang bukan untuk kemapanan masa tua, tapi untuk
kemerdekaan bangsa. Biarlah orang memandang saya hina. Asal saya bisa
tenang. Biarlah hanya makan sehari yang penting bangsa ini
merdeka,”jawab Anwar tegar, segera berdiri, pergi minta segelas air
kepada pedagang di depan Masjid AL-Mubarah, Sawahan.
Jumat (1/8) Penulis kembali berniat menemui Anwar. Namun, “Sang Letnan”
menghilang dari Simpang Kandang. Dua onggok batu yang biasanya jadi
sandaran Anwar kehilangan tuannya. Anwar raib. Padahal hari masih pagi,
jarum jam baru berada di angka sembilan. Kemana Anwar?.
Kecewa dengan hilangnya Anwar, penulis mencoba menelusuri RTH (Ruang
Terbuka Hijau) Imam Bonjol. Tempat biasanya Anwar tidur ketika penat
datang mendera tubuh rentanya. Benar juga, tubuh renta Anwar tergolek
diantara rumpun hijau Imam Bonjol. Namun ada yang lain dari penampilan
Anwar hari ini. Bajunya tak hanya buram seperti kemarin, tapi lebih
parah, kemeja biru yang dipakainya sudah tak berbuah. Mempertontonkan
tulang-tulangnya yang kelihatan menonjol dibalut kulit keriput. Perutnya
kempis. Sandalnyapun berlainan warna, hijau dan biru berbalut seutas
tali plastik warna putih.
Mencoba mendekat, ternyata Anwar tertidur. Dadanya terlihat turun naik
beraturan, membusung. Tulang dadanya semakin menonjol. Perlahan mata
Anwar terbuka. Sesaat pandangannya kosong. “Tadi Saya pingsan nak, perut
lapar. Padahal saya belum dapat apa-apa. Saya tak kuat berdiri.
Untunglah ada seorang tukang becak yang kasihan pada saya. Membelikan
saya sebungkus nasi telur. Tapi badan ini masih lemas,”erang Anwar
lesuh.
Seperti sebelumnya, Walaupun tubuh rentanya masih lemah, Anwar tetap
bercerita panjang lebar tentang kerasnya hidup yang dilewatinya selama
10 tahun hidup dijalanan. “Saya hanya kuat berdiri di simpang ini sampai
pukul 11 siang. Tubuh ini sudah terlalu tua untuk lama-lama berdiri.
Matahari terlalu garang. Berlainan benar waktu muda dulu, beratnya medan
tempur selalu bisa saya taklukkan. Ah, sampai kapan tubuh ini bisa
bertahan menunggu kepingan logam. Saya tak tahu,”Anwar menerawang.
Perlahan, rentetan-rentetan kehidupan Anwar mulai terkuak. Celoteh
panjang Anwar menguak tabir tersebut. Rupanya, Anwar juga pernah menjadi
awak kapal barang berbendera Jerman. Lulus di Sekolah Sembilan
(Belakang Tangsi) tahun 1930. Anwar mulai berpetualang. Dari tahun 1932
sampai 1939 Anwar berlayar. Dalam kurun waktu itu tak sedikit keragaman
budaya yang dilihat Pak Tua.
“Saya lulus sekolah Belakang Tangsi 1930. Selanjutnya berlayar tujuh
tahun mengelilingi Asia sampai ke Australia. Kemudian pulang untuk
berjuang. Saya tak mau bersenang-senang di atas Kapal, sementara Bangsa
kita sedang berjuang merebut kemerdekaan. Naluri kebangsaanlah yang
memanggil jiwa ini untuk ikut berjuang,”terang Anwar.
Anwar berpetualang, menyelusuri setiap pelosok Tanah Indonesia untuk
berjuang mengusir Sang Meneer dari Indonesia. Awalnya hanya bermodalkan
bambu runcing. Anwar akhirnya mendapatkan senjata rampasan dari tentara
Belanda. Senjata ditangan, Anwar muda mulai merengsek. Memuntahkan
pelurunya di barisan terdepan pejuang Indonesia.
“Pada awalnya tak ada senjata. Kami hanya bermodalkan bambu. Namun, dari
tangan belanda yang berhasil kami bunuh, kami nisa memperoleh senjata.
Dengan itulah kami menyerbu musuh. Mengambil topinya sebagai
“cinderamata” dari medan tempur,”lanjut Anwar.
Hingga Akhirnya Indonesia merdeka. Belanda pergi dari tanah Bangsa.
Tentu, kemerdekaan itu adalah hasil perjuangan pahlawan kita. Termasuk
Si Anwar yang berjuang di dua episode perang tersebut. Anwar bertarung
dengan gagah. Namun apa yang didapatkan sang Letnan?. Hingga detik ini
Anwar masih berstatus pahlawan bangsa yang terabaikan. Pahlawan yang
menyongsong hari tuanya dengan melakoni profesi sebagai pengemis.
Indonesia merdeka, namun Anwar masih tetap “terjajah oleh hidup”!!.
Memang, dulu Anwar pernah diberi secarik kertas bertuliskan
penganugrahan sebagai pejuang oleh Pemerintah. Namun karena jalan
hidupnya yang sering berpindah tempat “surat wasiat” itu raib entah
kemana. Padahal, surat itu adalah sebagai landasan Anwar untuk menerima
haknya sebagai Veteran.
“Memang dulu saya diberi surat oleh Pemerintah. Kalau tak salahnya surat
Bintang Grelya. Tapi surat itu sudah hilang. Kata orang surat itu
adalah syarat untuk menerima tunjangan dari pemerintah. Tpi tak apalah,
saya juga tak perlu itu. Kan sudah saya katakan kalau saya berjuang
bukan untuk uang apalagi jabatan. Walaupun meminta-minta tapi saya tak
menyusahkan orang lain. Saya sudah pernah hidup senang di atas kapal.
Sekarang saatnya susah. Hidup seperti roda nak. Kadang di bawah. Sekali
lagi, saya berjuang untuk Indonesia. Melihat Merah Putih berkibar tanpa
gangguan itu adalah suatu kebanggaan tersendiri. Tak ada yang membuat
saya bahagia kecuali melihat kibaran bendera Indonesia,”celoteh Anwar.
Letnan Kolonel Anwar, pahlawan bangsa kini tak ubah hanyalah tubuh tua
dekil, tak ada yang peduli. Anwar semakin pupus di tengah sibuknya Kota
Bengkuang. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para
Pahlawannya” kata Bung Karno. Namun itu hanyalah barisan kata, bukan
kenyataan. Tak percaya? tanyakan itu semua pada Anwar. Pahlawan kita
yang hinggga saat ini masih menengadahkan tangan untuk bertahan
hidup.Memang Anwar tak minta apa-apa dari perjuangannya. Tapi, apakah
kita tega melihat orang yang melepaskan kita dari jeratan penjajah harus
terlunta. Mengemis untuk hidup. Tanah kemerdekaan yang kita pijak
adalah hasil dari muntahan peluru Pahlawan mengusir penjajah. Namun
kenapa kita menutup mata untuk itu. Apakah rasa penghormatan kepada para
Pahlawan sudah pudar dihantam terjangan zaman. Sekali lagi, jangan
lupakan Anwar yang telah gigih perjuangkan bangsa. Pemerintah? mungkin
lupa juga akan nasib Sang Kapten.
Mulai sekarang, bagi yang suka edit foto foto orang, edit foto anda
sendiri saja, karena kita tidak akan pernah tau nasib kita sekarang atau
akan datang.
0 comments:
Post a Comment